Solidaritas Dengan Mayat – Mayat – Dalam realitas global saat ini, ada sebuah paradoks yang terus berkembang dalam cara dunia melihat konflik-konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di wilayah-wilayah yang dilanda peperangan atau penindasan. Salah satu kenyataan pahit yang mencuat adalah bagaimana solidaritas dunia seringkali lebih difokuskan pada mayat-mayat korban daripada pada penghormatan terhadap perlawanan yang dilakukan oleh mereka yang berjuang untuk kebebasan, hak asasi manusia, dan keadilan. Fenomena ini menciptakan ketimpangan yang mengganggu, terutama bagi mereka yang terlibat dalam perjuangan panjang untuk meraih kedaulatan atau hak mereka.
Sebagai contoh, ketika konflik-konflik tertentu, seperti yang terjadi di Palestina, Suriah, atau wilayah-wilayah yang sedang berperang di Afrika, semakin memuncak, respons dunia seringkali berfokus pada menanggapi kematian yang dihasilkan dari kekerasan tersebut. Dunia Spaceman memberi solidaritas kepada keluarga korban, mengadakan upacara penghormatan, dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang menderita. Tentu saja, dukungan ini penting dan diperlukan, namun sering kali yang terabaikan adalah hak untuk menghargai dan mendukung mereka yang masih berjuang, yang tidak menyerah dan terus melawan untuk hak mereka.
Dunia Memilih Solidaritas Dengan Mayat – Mayat
Solidaritas terhadap mayat-mayat yang jatuh dalam pertempuran sering kali dilihat sebagai cara yang lebih mudah dan tidak kontroversial bagi masyarakat internasional untuk menunjukkan perhatian mereka. Dengan menghormati korban yang sudah tiada, dunia seolah memberikan pengakuan terhadap penderitaan yang telah terjadi. Namun, hal ini juga bisa dilihat sebagai bentuk pengabaian terhadap esensi perjuangan yang lebih luas dan tak berkesudahan yang mereka yang masih hidup hadapi. Peringatan terhadap mayat-mayat yang gugur memang penting, tetapi penghormatan terhadap perjuangan hidup yang masih berlanjut sering kali minim.
Ada juga masalah yang lebih mendalam terkait bagaimana perlawanan dianggap oleh dunia luar. Ketika sebuah negara atau kelompok tertentu melakukan perlawanan terhadap penjajahan atau penindasan, dunia seringkali menyudutkan mereka dengan label-label yang tidak adil, seperti “teroris” atau “pemberontak”. Ini adalah label yang seringkali digunakan oleh negara-negara besar yang tidak ingin melihat perjuangan tersebut sebagai gerakan sah untuk kebebasan. Padahal, perjuangan ini seharusnya dihargai sebagai hak untuk membela diri dari penindasan dan penjajahan.
Fenomena ini juga mengungkapkan betapa kuatnya pengaruh politik internasional dalam menentukan apa yang dianggap sah dan tidak sah. Negara-negara besar, dengan kekuatan politik dan ekonominya, sering kali memutuskan apa yang layak mendapat dukungan dan perhatian global. Ketika mereka memilih untuk mendukung korban yang sudah mati, mereka menghindari perluasan perdebatan tentang keabsahan perlawanan itu sendiri, yang berpotensi merusak agenda politik mereka.
Namun, solidaritas dunia yang lebih fokus pada mayat-mayat korban alih-alih perlawanan yang terjadi, menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam cara dunia memperlakukan penderitaan manusia. Jika dunia benar-benar ingin menghormati perjuangan yang sah untuk kebebasan dan keadilan, maka harus ada kesadaran kolektif untuk tidak hanya mengenang korban, tetapi juga mendukung mereka yang masih berjuang, memberikan penghormatan kepada perlawanan mereka dan memperjuangkan hak mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Dalam akhirnya, dunia perlu beralih dari solidaritas simbolis terhadap korban, menuju penghormatan yang lebih bermakna terhadap perjuangan hidup mereka yang masih berjuang. Karena, sejatinya, penghormatan terhadap perlawanan mereka adalah bentuk solidaritas yang lebih nyata dan memerdekakan.